Cerita Dari Seorang Sahabat
Selain gue memperkenalkan diri gue, gue akan memperkenalkan juga sahabat baik yang hanya satu-satunya yang gue punya yaitu Chikita Daniar. Pada suatu hari, dia ngajakin gue ngobrol di sebuah pendopo deket ruang guru -bayangin gimana rasanya diajak ngobrol cewek.
“Syarif, lo di mana?” tanya dia melalui sms.
“Gue di kelas. Kenapa emang?” tanya gue.
“Nanti kita ngobrol bareng yuk sepulang sekolah” ajak dia.
“di mana?” tanya lagi gue.
“Di pendopo dekat ruang guru” jawab dia.
“Ya udah” tanpa menggunakan emot atau semacamnya, gue ngerasa diri gue adalah orang paling cuek sedunia -bayangin coy dia kan sahabat baik gue. Iya gak apa-apa juga dari pada gue kerjaannya cuma tidur dan makan kayak pengangguran gitu, lebih baik gue ngobrol sama dia.
“Gue di kelas. Kenapa emang?” tanya gue.
“Nanti kita ngobrol bareng yuk sepulang sekolah” ajak dia.
“di mana?” tanya lagi gue.
“Di pendopo dekat ruang guru” jawab dia.
“Ya udah” tanpa menggunakan emot atau semacamnya, gue ngerasa diri gue adalah orang paling cuek sedunia -bayangin coy dia kan sahabat baik gue. Iya gak apa-apa juga dari pada gue kerjaannya cuma tidur dan makan kayak pengangguran gitu, lebih baik gue ngobrol sama dia.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, gue langsung rapi-rapi dan segera menuju ke TKP. Pendopo dekat ruang guru. Jarak dari kelas gue ke pendopo dekat ruang guru hanya sekitar 3000, bukan 3000m tapi 3000cm yang setara dengan 30 m hehehe.
Sesampainya gue di pendopo itu, si Chikita masih belum datang. Sambil gue nungguin dia, gue nyanyi-nyanyi dengan riangnya.
“Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku…”
Suka-suka gue nyanyi lagu apa aja, antara juga itu lagu nasional kita coy, kita mesti bangga masih punya lagu nasional -ceritanya lagi nasionalisme.
“Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku…”
Suka-suka gue nyanyi lagu apa aja, antara juga itu lagu nasional kita coy, kita mesti bangga masih punya lagu nasional -ceritanya lagi nasionalisme.
Di saat gue menyanyi Reff lagu “Indonesia Raya”, tiba-tiba Chikita datang dengan cara mengejutkan seperti biasa, duduk di samping gue dengan pandangan kosong ke depan sambil bilang “Halo Syarif” dengan nada datarnya itu. Coba aja kalau dia bukan sahabat gue, pasti udah gue gantung tuh bocah di bawah pohon beringin.
Sudahlah mari kita lupakan kejadian tadi. Nah sebelum dia ngobrol, dia mengajak gue ke kantin. Dalam hati gue yang berkata “Pasti dia mau traktir gue”. Tanpa pikir panjang gue langsung setuju menerima ajakan dia. Sesampai kita di kantin, dia langsung mengambil cemilan-cemilan serta makanan ringan dengan begitu banyaknya.
“Syarif, bayarin” ucap dengan mata yang berbinar-binar memohon kepada diri gue untuk dibayarin makanan-makanan yang ia beli.
“Asem, jadi malah gue yang traktir dia” ucap gue dalam hati dengan rasa kesal, kemudian gue ambil uang yang ada di saku untuk membayar semua makanan yang ia beli.
“Terima kasih Syarif” ucap dia dengan senyum yang sangat manis yang bisa membuat jutaan lelaki terpana. Gue serasa pengen guling-guling di rel kereta. Bukan karena senang, tapi karena kesal karena gue yang selalu mentraktir dia. Oke anggap aja gue lagi beramal.
“Asem, jadi malah gue yang traktir dia” ucap gue dalam hati dengan rasa kesal, kemudian gue ambil uang yang ada di saku untuk membayar semua makanan yang ia beli.
“Terima kasih Syarif” ucap dia dengan senyum yang sangat manis yang bisa membuat jutaan lelaki terpana. Gue serasa pengen guling-guling di rel kereta. Bukan karena senang, tapi karena kesal karena gue yang selalu mentraktir dia. Oke anggap aja gue lagi beramal.
Lupakan lagi kejadian di kantin tadi. Sekarang kita menuju kembali ke pendopo dekat ruang guru untuk mengobrol. Setibanya kami di sana, kami langsung duduk dan dengan enaknya dia makan tanpa menawari gue. Asem bener dah.
“Syarif, kita cerita aja yuk” ucap dia sambil asyik makan.
“Ya udah lo aja yang cerita” jawab gue dengan nada judes.
“Ah Syarif lo mah jahat” ucap dia dengan nada sok imut yang ingin membuat gue mencubit pipinya -bukan karena bercanda tapi karena kesal.
“Terserah dah” ucap gue dengan nada acuh tak acuh.
“Ya udah deh gue yang cerita” ucap dia dengan mulut penuh makanan.
“Ya udah lo aja yang cerita” jawab gue dengan nada judes.
“Ah Syarif lo mah jahat” ucap dia dengan nada sok imut yang ingin membuat gue mencubit pipinya -bukan karena bercanda tapi karena kesal.
“Terserah dah” ucap gue dengan nada acuh tak acuh.
“Ya udah deh gue yang cerita” ucap dia dengan mulut penuh makanan.
Gue pasang telinga lebar-lebar alias mendengarkan secara seksama sambil berbaring tapi bukan untuk tidur. Dia memulai ceritanya dengan bertanya kepada gue.
“Lo bukan penakut kan Syarif?” Gue hanya diam dan berkata dalam hati “Buseng dah ini cewek benar-benar menghina gue banget tapi entah mengapa dia menjadi sahabat dan gue menjadi sahabat dia” tapi gak apa-apalah semua orang punya kekurangan.
“Lo tahu gak kalau dulu gue itu siswi teladan pas SMP?” tanya dia dengan menepuk dada tanda sombong.
“Gak” jawab gue dengan nada datar tak berirama.
“Ah lo mah jahat” ucap dia lagi dengan wajah sok imut.
“Sudah lo cerita aja” ucap gue dengan nada agak tinggi.
“Ya udah deh. Gue dulunya ketua OSIS beserta ketua dari 10 ekskul ketika SMP” ucap dia dengan suara yang lembut, selembut pohon kaktus.
“Apa? Serius lo?” tanya gue dengan terkejut.
“Iya gue serius” ucap dia dengan nada yang sangat meyakinkan.
“Oke gue cukup tahu aja” ucap gue dengan nada datar tapi sebenarnya iri karena kekuasaan dia yang begitu luar biasa.
“Lo bukan penakut kan Syarif?” Gue hanya diam dan berkata dalam hati “Buseng dah ini cewek benar-benar menghina gue banget tapi entah mengapa dia menjadi sahabat dan gue menjadi sahabat dia” tapi gak apa-apalah semua orang punya kekurangan.
“Lo tahu gak kalau dulu gue itu siswi teladan pas SMP?” tanya dia dengan menepuk dada tanda sombong.
“Gak” jawab gue dengan nada datar tak berirama.
“Ah lo mah jahat” ucap dia lagi dengan wajah sok imut.
“Sudah lo cerita aja” ucap gue dengan nada agak tinggi.
“Ya udah deh. Gue dulunya ketua OSIS beserta ketua dari 10 ekskul ketika SMP” ucap dia dengan suara yang lembut, selembut pohon kaktus.
“Apa? Serius lo?” tanya gue dengan terkejut.
“Iya gue serius” ucap dia dengan nada yang sangat meyakinkan.
“Oke gue cukup tahu aja” ucap gue dengan nada datar tapi sebenarnya iri karena kekuasaan dia yang begitu luar biasa.
Iya bayangin aja dia itu Puteri Sekolah 2013 -khusus di sekolah kita- dan finalis AMPOK -ABANG MPOK- KAB. BEKASI 2013, jadi lo bisa bayangin gak gimana sifat dia?
“Sebenarnya gue kangen diri gue yang dulu, yang sangat tegas” ucap dia dengan membangga-banggakan diri. Gue hanya diam seribu bahasa tanpa komentar dengan ekspresi gue yang begitu tercengang.
“Sebenarnya gue kangen diri gue yang dulu, yang sangat tegas” ucap dia dengan membangga-banggakan diri. Gue hanya diam seribu bahasa tanpa komentar dengan ekspresi gue yang begitu tercengang.
Kemudian dia melanjutkan cerita yang begitu tidak pentingnya buat gue -haha gue emang sahabat yang jahat tapi lupakan tentang sikap buruk gue. Dia menceritakan pengalaman dia yang sampai ribut dengan preman sekolah ketika SD yang gara-gara membela kejayaan wanita layaknya R.A. Kartini tapi versi kedua.
Gue ceritain nih ya bagaimana dia bisa ribut dengan preman sekolah. Dia gak suka temannya terus dicaci-maki dengan itu si preman sekolah, kemudian dia menolong temannya yang sedang dicaci-maki itu dengan berkata.
“Eh lo laki-laki bukan? Masa beraninya sama cewek doang. Dasar b*nci lu!!” Tidak terima dengan perbuatan Chikita, kemudia si preman sekolah itu menjawab.
“A*jing lu!!!” Kemudian Chikita membalas lagi dengan menodongkan sebuah cutter -pisau kecil-.
“Eh ngomong apa lo barusan? Ngomong sini di depan muka gue kalau lo emang berani. Ah dasar b*nci!!”
“Eh lo laki-laki bukan? Masa beraninya sama cewek doang. Dasar b*nci lu!!” Tidak terima dengan perbuatan Chikita, kemudia si preman sekolah itu menjawab.
“A*jing lu!!!” Kemudian Chikita membalas lagi dengan menodongkan sebuah cutter -pisau kecil-.
“Eh ngomong apa lo barusan? Ngomong sini di depan muka gue kalau lo emang berani. Ah dasar b*nci!!”
Setelah diceritakan itu, gue hanya bisa puji-puji dan dalam hati gue hanya bisa berkata.
“Gila ini cewek benar-benar luar biasa bahkan dia sampai berani menodongkan pisau” Oke dia berhasil membuat gue shock atau trauma berat karena cerita masa lalu dia ketika SD yang masih imut-imutnya anak kecil.
“Gila ini cewek benar-benar luar biasa bahkan dia sampai berani menodongkan pisau” Oke dia berhasil membuat gue shock atau trauma berat karena cerita masa lalu dia ketika SD yang masih imut-imutnya anak kecil.
Selain cerita tadi, gue juga diceritain dia tentang tegasnya dia ketika menjadi ketua OSIS ketika dia masih sekolah di SMP. Jujur aja nih ya, sebenarnya cerita ini benar-benar gak penting buat gue, tapi daripada gue digerogoti rasa bosan sampai benar-benar ingin bunuh diri, dengan terpaksa gue mendengarkan. Biar gue aja yang ceritain. Jadi gini, ketika dia menjabat sebagai ketua OSIS ketika SMP, dia punya peraturan yang begitu ketat, mulai dari penegakkan disiplin yang sampai-sampai membuat gue enek dengerinnya.
Nah pada suatu hari, temannya itu terlambat datang ke sekolah, kemudian si Chikita ini bertugas menghukumnya. Nah temannya itu merayu Chikita supaya tidak kena hukuman. Tapi apa lo semua apa yang selanjutnya terjadi? Dia malah bilang gini.
“Eh lo kan mengakui gue sebagai teman lo kan? Seharusnya lo bisa menghargai gue sebagai teman lo mengikuti peraturan yang telah gue buat bukannya malah melanggarnya. Lo sama aja menghina gue secara tidak langsung” Mendengar pernyataan tersebut, teman Chikita yang terlambat tadi sampai-sampai menangis tersendu-sendu. Dalam hati gue berkata.
“Gile ini cewek benar-benar tegas”
“Eh lo kan mengakui gue sebagai teman lo kan? Seharusnya lo bisa menghargai gue sebagai teman lo mengikuti peraturan yang telah gue buat bukannya malah melanggarnya. Lo sama aja menghina gue secara tidak langsung” Mendengar pernyataan tersebut, teman Chikita yang terlambat tadi sampai-sampai menangis tersendu-sendu. Dalam hati gue berkata.
“Gile ini cewek benar-benar tegas”
Karena ketegasannya itu, dia membuat kontroversi dengan kebanyakan temannya dan juga dengan seorang guru PLH. Bagian ini sepertinya tidak perlu diceritakan karena benar-benar tidak penting menurut gue. Oh iya dia juga menceritakan tentang kecerdasannya sampai-sampai dia mendapat beasiswa di SMA. Coba bro -khusus laki-laki-, lo bayangin dia, tinggi langsing, cantik, calon model, cerdas, ekspresif -bisa baca puisi-, tegas, dan lain-lain yang masih banyak belum gue sebutin. Apa itu termasuk ke dalam kriteria cewek idaman lo gak bro? Hahaha. Itulah alasan gue mau jadi sahabat dia -licik ya gue.
Sudahlah mari kita lanjutkan ceritanya. Dia menjadi panutan 3 angkatan karena kecerdasannya dan sempat memenangkan olimpiade fisika tingkat kabupaten ketika kelas 7 atau kelas 8 entahlah gue lupa. Sampai-sampai ada guru yang terlalu membanggakan dia dan membandingkan dia dengan teman-temannya yang bisa membuat teman-temannya sakit hati tingkat tinggi. Sebelumnya lo tahu gak kenapa malahan jadi gue yang ceritain tentang dia? Karena dia malah jalan-jalan sama cowoknya -bukan pacar bukan juga gebetan- dan gue cuma duduk di pendopo sambil menceritakan cerita masa lalu dia kepada pacar gue, Rani Maharsi Khairunnisa.
Setelah dia selesai jalan-jalan dengan cowoknya -bukan pacar bukan juga gebetan-, dia mengajak pulang bareng dengan gue dan pacar gue. Padahal sih kita pulang bareng cuma sampai depan sekolah karena beda jurusan angkutan umum, Chikita naik angkot -angkutan perkotaan- nomor 38 untuk pulang -bukan pulang ibarat meninggal iya-, Rani naik angkot nomor 18 untuk pulang, sedangkan gue naik ELF untuk pulang. Sayangnya gue bukan penyihir berkelas yang bisa naik sapu terbang atau bukan pahlawan dari negeri dongeng yang naik pegasus -kuda terbang.
Sekian
Cerpen Karangan: Muhamad Syarifudin Hidayatullah
Facebook: Syarifudin Emseh
Facebook: Syarifudin Emseh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar