.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Gudang Cerita

selamat datang di mystory dan selamat membaca

Rabu, 23 September 2015

cerpen

BMW


Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 11 September 2015
Perawakannya sedang, kulitnya sawo matang, matanya bundar, punya lesung pipi kalau tersenyum, hidungnya mancung dan berbibir tipis, kesimpulan? Cowok yang ada di barisan depan dekat mimbar mesjid itu membuat Noni kesengsem. Dia sedang ngobrol dengan marbot mesjid yang notabene Kakeknya. Desas-desus yang menyatakan kalau saudara jauhnya yakni anak Kakak tiri Ayah Noni yang nyantri di pondok pesantren terkenal di Garut akan datang, benarlah sudah.
Sore itu Deden nama panggilannya diundang untuk mengisi pengajian di mesjid Al Falah, tempat Noni mengaji. Noni yang seumur hidupnya belum pernah naksir cowok, kepincut Deden karena keluarga Ayahnya selalu menceritakan prestasi Deden di pesantren, dia langganan juara umum dan terpilih sebagai ketua terbaik untuk angkatannya. Dia sosok calon menantu idaman para Ibu-Ibu pengajian termasuk Ibu Noni.
“udaaah jangan dilihatin terus, ntar gosong tahu kayak terasi.. hihi” suara Sri membuyarkan fantasi Noni.
“inget non, kita kan lagi ngaji” tambah Sri sambil menyenggol pundaknya.
“iya sih, tapi gak nyangka kalau aslinya cute banget!” Noni menimpali dengan semangat sambil sesekali melirik pada Deden. Noni yakin kalau Deden adalah jodoh yang diturunkan Tuhan untuknya.
“Ehm!” deheman Nadia sang Bibi terdengar, membuat Noni terdiam.
“Lagi pengajian malah ngelaba, dosa tahu! Sana, beresin sandal para tamu” perintahnya.
Noni manyun, dia merasa gak berdosa kalau pikirannya gak konsen, semuanya kan salah wajah Deden yang cakepnya keterlaluan.
“ntar Bibi salamin” sambung Nadia, sok cool. Dia dengan Deden emang saudara dekat.
“bener? Asyiik!!” teriak Noni senang, saking kerasnya semua yang hadir di mesjid meliriknya, Noni langsung memasang muka polosnya.
Tiga gadis tersebut bersaudara dan bersahabat sejak kecil. Nadia dan Sri terkenal dengan kulit putih dan wajah cantik, sedang Noni sebaliknya, bukan jenis cewek yang kalau lewat laki-laki langsung melirik. Satu-satunya yang membuat Noni terkenal adalah otaknya. Bagi Noni cantik fisik bukan segalanya, yang penting selalu juara dan hati bening, statement defensive dari kaum Noni yakni kaum BMW -body mengalahkan wajah.
Satu jam kemudian mesjid tambah penuh karena para Ibu yang datang untuk pengajian mingguan. Wajah Noni tambah sumringah ketika baru mengetahui bahwa yang menjadi narasumbernya adalah orang yang belakangan membuat hatinya berdesir seperti kain di garuk sisir. Noni lalu bergegas ke luar untuk merapikan sandal-sandal jamaah agar tidak berantakan dan hilang. Ketika sedang menata sandal, tiba-tiba Noni dihampiri dua kaum adam berwajah manis, Rendra anak sang juragan mangga, dan Ivan anak kepala kampung. Hanya cewek gobl*klah yang menolak di sunting cowok-cowok tajir tersebut, dan Noni menyadari harapannya untuk disunting seperti pungguk merindukan Pluto.
“Assalamualaikum, Non maaf ganggu” Rendra menegur sopan.
“Waalaikum salam” jawab Noni enteng, setelah semakin menyadari perbedaan tersebut, hati Noni netral banget bahkan cenderung cuek melihat Rendra, padahal wajahnya perpaduan Jhonny Depp dan Azis gagap.
“Maaf, saya mau titip ini” ucapnya dengan wajah memerah, “buat Nadia” tambahnya makin tersipu.
Noni menerima amplop berwarna pink dengan hiasan kupu-kupu, berbau Gatsby. Hati Noni geli, akhirnya Rendra menunjukkan kejantanannya.
“jangan bilang siapa-siapa ya” bisik Rendra malu.
“udah belon sih?!” tanya Ivan tak sabar pada Rendra, dia melirik Noni 0.5 detik dan langsung membuang muka. Reflek Noni meraba mukanya, apa ada yang tidak proporsional? Perasaan mata, hidung dan bibirnya sudah ada pada tempat yang semestinya, atau jangan-jangan ada upil yang nongol dari hidungnya kali.
“Kami pergi dulu Non, makasih ya” ucap Rendra tersenyum manis. Ivan pun buru-buru ngeloyor tanpa melirik. Noni garuk-garuk pipinya yang tak gatal, dari semua ikhwan masjid, Ivanlah yang paling jutek padanya. Entah kenapa.
Deden memulai ceramahnya. Noni langsung beranjak ke dalam masjid untuk memberikan surat Rendra pada Nadia. Sri langsung berkicau ketika melihat surat pink di tangan Nadia, Bibi Noni yang cantik itu menunjukkan wajah shock seperti baru menangkap duren yang dilempar Noni diatas pohon, dipandangnya surat beberapa detik.
“saya gak percaya” ucapnya dengan tampang so-cool lagi.
“Bibi gimana sih, buka aja kalau gak percaya. Udah dibilang itu dari anak juragan mangga.” Ucap Noni.
“tapi…” suara Nadia masih ragu.
“udah ah, Noni mau khusyu nih dengerin someone ceramah” jawab Noni sewot.
“ayo dong Nad buka, cepat buka! tebakanku pasti isinya puisi picisan, Rendra pasti plagiat karya Rabindrath Tagore” kicau Sri.
“apaan tuh? jenis baru batagor?” tanya Nadia dengan wajah polos, membuat Noni menahan tawanya.
“Kami sudah melakukan musyawarah mufakat, suara yang didapat sudah mencapai 1 per 3 dari seluruh jumlah peserta, dan kami memutuskan dalam drama ini yang berperan menjadi Raja Setan adalah Noni!” teriak Nadia semangat dalam rapat paripurna putri mesjid Al Falah.
Tepuk tangan langsung menggema seperti pemilihan ketua RT. Drama Agustusan kali ini anak masjid Al Falah membuat cerita tentang ulama yang sangat alim yang dapat dijerumuskan setan melalui minuman keras. Meskipun membuat orang lain bahagia, sebenarnya hati Noni agak nelangsa, karena semua sepakat dengan menyatakan wajahnya sangat cocok untuk jadi raja setan. Tapi hatinya mulai terobati saat Sri terpilih menjadi asisten dirinya sebagai Setan Hijau, sedang Nadia terpilih menjadi Ulama yang alim tersebut.
“Pokoknya kita jangan sampai kalah Non dengan penampilan dari RT lain, ini baca scriptnya” rayu Nadia,
Bibir Noni masih manyun saat membaca script dengan perlahan, lalu senyum Noni mulai tersungging, lama-kelamaan Noni tertawa terbahak-bahak, Noni sampai sakit perut membayangkan ceritanya sekaligus aktingnya nanti. Kalau urusan drama lucu kayak gini memang dia jagonya.
“oke Bibi, saya akan lakukan acting dengan sempurna seperti apa Raja Setan itu hahaha” teriak Noni dengan mata berkilat-kilat membara.
Beberapa malam kemudian, dua sahabat Noni tiba-tiba datang ke rumah dan berhamburan memeluknya, wajah keduanya sumringah dan berbinar-binar, Noni jadi heran
“Selamat ya Non, akhirnya pucuk dicinta ulam pun tiba, yang dinanti-nanti akhirnya terbukti, yang diharap-harap akhirnya menjawab” peluk Sri, penyakit puitisnya kambuh.
Bibinya menimpali dengan semangat.
“sebenarnya Bibi sudah menyampaikan salam kamu kemarin, dan coba tebak?! Deden akhirnya menjawab salam kamu! dan dia ngajak ketemuan malam ini ba’da maghrib, di rumah Bibi! Yeaah!” Nadia dan Sri berteriak kegirangan.
Noni terpaku, bengong dan shock.
“HAH?!! jangan becanda ya, gak lucu!!” ucap Noni, dan entah mengapa, matanya memanas, masih tidak percaya dengan yang didengarnya tapi sebuah buliran air mata mulai menggenang di wajah Noni.
Sri memeluknya,”serius Non, dia pengen ketemu sama kamu”
Lutut Noni lemas, dia merasa sedang mimpi, Deden yang manis itu menjawab salamnya, harapan Noni melambung tinggi, gugup sekaligus senang campur aduk. Jantung Noni deg-degan gak jelas, kayak bedug yang ditabuh waktu takbiran, dag-dig-dug-dag-dig-dug, rasanya jantung melorot ke lututnya, lututnya pun gemetaran, mau ketemu cowok yang dia sukai aja udah kayak gini kondisinya, apalagi ketemu sama calon suami nanti, pingsan kali dia.
Noni pun tiba di depan rumah Bibinya. Rumah Nadia cukup luas, ruang tamu terpisah dengan ruang makan. Ruang makan itulah yang jadi tempat pertemuan mereka, untuk menghilangkan gugupnya, Noni mencoba membaca istighfar sambil memeriksa giginya khawatir ada sisa cabe nyelip. Akhirnya Deden memasuki ruangan ditemani Bibinya, Noni langsung berdiri dan tersenyum anggun. Deden mengenakan baju koko berwarna krem, warna kesukaan Noni, matanya kemudian melihat ke arah Noni, hati Noni langsung lumer.
“Assalamualaikum” Noni menyapa. Entah mengapa raut muka Deden tiba-tiba berubah, dia pun tidak menjawab salam Noni.
“oh jadi ini yang namanya Noni?” ucapnya dengan melempar pandangan ke arah lain.
Noni terpaku, bukan karena salamnya tidak dijawab, tapi melihat raut muka Deden yang sama sekali tidak menyenangkan, wajahnya pun dipalingkan ke arah lain pura-pura tidak melihat.
“hehe iya Den, ini Noni yang Nadia ceritakan, Noni pengen ta’arufan katanya, sekalian belajar islam lebih dalam. Oh ya saya ambil minuman dulu sebentar ya” ucap Nadia sambil lalu. Suasana langsung senyap, Noni kikuk dan melihat Deden yang bergeming, dia sama sekali tidak melihat Noni
“hm.. saya dengar kang Deden terpilih lagi jadi siswa terbaik, katanya juga mau lulus tahun ini ya?” tanya Noni basa-basi.
“iya sih, mudah-mudahan” jawabnya pendek, kali ini dia menunduk.
“oh kalau gitu selamat ya, kang Deden memang hebat” ucap Noni garing.
Deden tidak menjawab apa-apa.
Hati Noni makin tidak enak, wajah Deden terlihat masih kaget, prasangka Noni malah timbul ternyata wanita yang ingin ngajak kenalan denganya jeleknya minta ampun, tidak seperti yang diharapkan. Deden sama sekali tidak melihat Noni. Dia malah melihat arloji lalu mengambil HP di sakunya dan membuka-buka HP-nya. Noni terdiam, dia tidak tahu harus bicara apa lagi. Hati Noni lega begitu Nadia masuk bawa minuman.
“Gimana ta’arufnya?” tanya Nadia, Noni nyengir kuda.
Akhirnya Deden buka suara, “kayaknya saya gak bisa lama-lama, banyak urusan, saya pergi duluan ya, hmm.. maaf, tadi namanya siapa ya?”
Lenyaplah kepercayaan diri Noni, mulutnya terkunci.
“namanya Noni, Den” jawab Nadia pelan. Deden pun berlalu tanpa salam.
Noni terdiam sejenak, menunduk lalu berujar.
“makasih udah bantu Noni, tapi mendingan lain kali gak usah repot-repot salamin Noni dengan cowok manapun, maaf ya Bi, saya pulang dulu, Assalamualaikum..”
Noni berjalan gontai, perasaan kagum dia entah ke mana melayangnya, berubah menjadi perasaaan tidak suka, betapa Allah maha membolak-balikan hati, dan Noni merasa sangat malu untuk bertemu Deden lagi, rasa PD-nya menurun drastis, betapa memalukan, apa tadi dia lupa ngaca dulu dan gak nyadar kalau dia begitu jelek? Noni sangat kesal pada dirinya sendiri. Dia sangat malu.
Semangat Noni hancur lebur bagai bunga layu sebelum berkembang, perlakuan Deden membuat kepercayaan diri Noni terperosok ke titik nol. Noni makin percaya kalau wajahnya memang jelek. Noni malas ketemu sama semua orang, bahkan latihan dramanya absen terus sudah 1 minggu ini, alasan cape dan lagi sakit sering dipake Noni, ini bukan bohong tapi beneran sakit, sakit hati yang tak terkira. Seumur hidupnya baru kali itu suka dengan lawan jenis, tapi pertama kalinya itu juga dia ditolak mentah-mentah. Noni galau, dengan menunduk dia menceritakan uneg-unegnya pada sang Ayahnya tercinta, dia emang rada aneh, semua permasalahan cinta lebih enak didiskusikan dengan Ayahnya. Dengan tersenyum Ayah Noni memeluk pundaknya.
“hehehe.. jadi kesimpulannya Noni udah gak suka lagi sama Deden?”
Noni mengangguk, “Noni sadar sekarang, kalau wajah Noni bener-bener jelek, sampai ditolak seperti itu, Noni gak pantas sama Deden”
Ayah Noni tersenyum geli, “Noni gak jelek kok, cuma agak aja”
Mulut Noni makin cemberut.
“haha, terus Noni mau protes sama Allah karena diberi wajah jelek? Padahal ada yang lebih kurang beruntung dari Noni tapi dia masih mau bersyukur. Banyak kan yang diberi kekurangan fisik tapi dia bisa jadi hamba Allah yang paling hebat di muka bumi ini bahkan di akhirat. Kalau Deden menolak Noni karena alasan fisik, yakinlah kalau Deden bukan yang terbaik buat Noni. Allah menciptakan Noni dengan sebaik-baik bentuk. Kenapa tidak menunjukkan kelemahan Noni ini menjadi kelebihan? Ayah yakin laki-laki manapun akan suka dengan Noni”
“cesssss.” seperti ada air es mengaliri hati Noni, sujuknya nasihat dari laki-laki yang diidolakan Noni ini, senyuman Noni mengembang, endorphin menyebar ke seluruh tubuhnya dan membuat hatinya lebih hangat.
“sekarang, sana temuin anak-anak di mesjid, Nadia dan Sri khawatir tuh nanyain kamu, Do the best ya Non” ucap Ayahnya sambil mengelus kepala Noni.
Wajah Noni dilapisi bedak cair, diusapkan perlahan dan dikeringkan, matanya diberi bulatan hitam, bibirnya diberi lipstik dengan warna paling merah, dengan bentuk seringai memanjang. Noni bercermin.
“hiiih kayak kuntilanak baru lahir,” sepasang tanduk dari karton hasil kreasi Sri, bertengger manis di kepalanya, dia cekikikan, Noni berdiri menatap ujung rambut hingga ujung kakinya di depan cermin, toga pinjaman dari Pamannya yang sudah lulus sarjana, plus tongkat panjang pinjaman dari Eyangnya, menambah kesan menyeramkan, Perfecto!
Teriakan ngeri bersahutan ketika Noni ke luar dari rumah Sri yang berfungsi ganda sebagai tempat rias semua pemain drama, anak–anak TPA berlarian menjauhinya.
“setan.. setan.. awas ada setan datang!”
Sri dan Nadia tertawa terbahak-bahak.
“Siapa anak yang gak mau ngaji?! Akan saya makan!! hahaha” teriak Noni, membuat seorang anak kecil langsung menangis dan berlari ke arah ibunya.
“Huss! Udah Non, cepet ke balai desa, bentar lagi mau dimulai tuh!” ujar Nadia, Noni malah cekikikan, keren juga nih kostum, pikirnya.
Sepanjang jalan menuju balai desa, Noni jadi sorotan anak-anak, Ibu-Ibu, Bapak-bapak, bahkan para pemuda, Noni celingak-celinguk, mencari seseorang, didapatnya 2 sosok yang dicarinya, Ayah dan Ibunya, mereka semua kaget tapi kemudian ketawa melihat penampilan Noni. Setelah mohon doa dari orangtuanya Noni segera ke balai kota, di saat itulah dia melihat Deden datang dan menatapnya tak berkedip. Hati Noni berteriak dalam hati.
“haha pasti kamu kaget! Inilah Noni, Noni akan tunjukkan pada kamu betapa jeleknya Noni ini haha”
Setelah bergumam seperti itu hati Noni jadi ringan.
“Non, cantik juga ya kamu kalau didandanin kayak gitu, saya baru nyadar” seorang Ibu menegurnya ketika akan naik panggung.
“Masa sih bu Joko? yang bener? kalau gitu saya gak bakalan hapus deh nih make-upnya sampai kapanpun, hihi”
Balai desa penuh dengan warga dari 5 RT, cerita RT 3 yang akan menampilkan drama tentang Raja Setan telah cepat menyebar ke seluruh pelosok, semua orang tumpah ruah, termasuk
para pejabat desa. Noni pun melihat Deden duduk di antara tamu undangan, entah kenapa semangatnya berkobar naik, Noni ingin menunjukan bahwa tampang jeleknya bukan suatu kekurangan, tapi juga kelebihan. Drama berlangsung dengan lancar. Semua penonton dibuat ketawa, bahkan mendapat apresiasi dari pejabat desa, malah ada beberapa yang booking untuk menampilkan drama Raja Setan di pesta pernikahan anaknya.
Berita kesuksesan drama Raja Setan menyebar luas seperti asap kebakaran hutan, nama Noni terkenal dari kalangan kepala kampung hingga tukang becak di perempatan. Setiap Noni melintasi kerumunan, mereka bisik-bisik, wajah mereka memancarkan rasa takjub dan menurut Noni plus ketakutan. Perasaan Noni jadi gak enak, apa wajahnya yang semakin cantik, atau malah gambaran Raja Setan masih melekat di mukanya?
Siang itu Noni melihat Nadia dan Sri berlari tergopoh-gopoh ke arahnya, mereka seketika merangkul Noni dengan wajah sumringah.
“pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya seuntai kata tersirat dalam ini surat” puisi Sri berhamburan ke luar seraya menyerahkan sepucuk kertas.
“cieh cieh dari siapa nih?” tanya Nadia.
Hati Noni jumpalitan gak enak, dia merasa tidak percaya jika kesuksesan Raja Setan sampai menghipnotis hati Deden hingga luluh lantak seperti ini. Noni pun mengambil surat berwarna biru muda bergambar tawon beterbangan itu, dengan agak gemetar dia membalikan suratnya dan membaca tulisan sang pengirim:
From Ivan
With love
Weleh?!!
The End
Cerpen Karangan: Maria Ulfa
Facebook: Ami Tuwo
Nama asli: Listia Nurjanah
ALamat: Batam, Kepulauan Riau

cerpen

Gara Gara


 

Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 12 September 2015
Baru hari pertama masuk sekolah setelah MOS selama 3 hari aku sudah terlambat. Aku tidak akan menyalahkan siapa-siapa ataupun memberi banyak alasan kenapa hari ini aku terlambat karena memang seratus persen ini kesalahanku. Jemari Mama sampai bengkak–bengkak karena saking semangatnya mengetuk pintu membangunkanku. Dan sekarang aku kelihatan seperti orang bloon, menatap lurus ke arah pagar berharap pagar itu akan terbuka dengan sendirinya. Atau paling tidak, muka seram satpam itu berubah menjadi sosok Kim Bum yang bisa membuatku nekat melakukan apa saja, termasuk menciumnya, ups! Setelah beberapa menit menunggu di depan pagar, akhirnya aku dan rombongan siswa terlambat lainnya diizinkan masuk.
“Kalian ini! Belum ada siapa-siapa yang diurus malah terlambat. Lihat saya, anak 3, belum lagi suami sama mertua yang mau dibuatin sarapan. Bayangkan bagaimana saya bisa mengurus semuanya dan masih tetap datang tepat waktu ke sekolah!” omel Bu Tuti, guru piket yang bertugas memberi kami hukuman.
“Curcol nih ye” celetuk salah seorang Kakak kelas di belakangku. Muka Bu Tuti merah padam.
“Update status udah belum bu?” tambah yang lain. Bu Tuti langsung berkacak pinggang.
“Kamu! Tuh yang ngomong tadi, pel lantai koridor ruang guru, dan ruang kepala sekolah.” Lalu Bu Tuti tersenyum dengan puasnya. Dia sedang membayangkan betapa panjangnya koridor itu. Kakak kelas yang nyeletuk tadi pun jadi mati kutu dan pasrah saja.
Setelah pembagian tugas, ehem.. hukuman maksudnya, kami pun bubar dan berangkat ke spot masing-masing. Karena aku masih kelas 10, aku diberi hukuman yang paling ringan versi Bu Tuti: membersihkan wc. Hariku memang lagi sial. Dengan langkah gontai aku berjalan ke sarang nyamuk, lalat, kecoa dan tikus itu.
WC sekolah sangat kecil, tapi cukup besar buat dijadikan rumah kecoa. Saat masuk saja seekor tikus kencing di hadapanku. Tanpa rasa malu dan segan dia berlalu saja melewatiku kembali mengorek-ngorek tong sampah yang ada di sudut WC. Melihat itu aku jadi ingin balas dendam atas ketidaksopanannya. Aku akan mulai membersihkan WC ini dari tong sampah itu. Aku bawa ke luar dan aku buang di tempat pembuangan. “Welcome to the new house, rat!” Ujarku dalam hati.
Lantai berlumut dan menjadi tempat menepel bermacam-macam noda itu aku sikat sampai akhirnya kembali ke warna normal. Kemudian aku pel lantai itu menggunakan pewangi. Setelah semua beres, sepertinya malah aku yang perlu mandi. Aku ke luar dari WC dengan perasaan puas dan cape luar biasa. Bel habisnya 1 jam pelajaran berbunyi. Berarti aku sudah ketinggalan. Dengan buru-buru aku ambil ember bekas air pel, dan aku siramkan saja ke pohon yang tidak jauh dari situ. Saat aku berbalik mau ke kelas, ada suara cowok memanggilku. Bukan panggilan mesra, tapi marah. Dan hal itu membuatku kaget dan takut.
“Hoy!!! Sini kamu!! Yang megang ember!” teriaknya. Aku berbalik lagi, dan melihat dari jarak agak jauh, ada seorang cowok beridiri di sana. Sepertinya Kakak kelas. Dan dia basah kuyup?! Apa gara-gara…
“Eh! Sembarangan aja nyiram orang! Sini kamu!” aku berjalan pelan ke arahnya dengan wajah tertunduk.
“Maaf kak nggak sengaja” ujarku lirih. Kini aku tepat di depannya, tidak berani menegakkan mukaku. Hanya melihat sepatunya yang juga basah.
“Eh, lihat sini!” ia memegang kepalaku dan berhasil melihat wajahku yang ketakutan.
Aku pun akhirnya bisa melihat wajahnya yang basah. Dan saat itu, ada sesuatu yang berdesir di dadaku, dan angin sepoi pun sepertinya tengah membelai wajahku. Muka garangnya seketika hilang berganti senyuman. Lalu dia geleng-geleng kepala. Ops! Aku ingat dia! Sepertinya dia juga mengingatku.
“Ya Tuhan aku kira kesialanku berakhir di bioskop itu.” Komentarnya, lalu mundur selangkah, dengan mata terus menatap ke arahku.
Aku jadi salah tingkah, dan jadi teringat kembali kejadian minggu lalu. Saat aku ke bioskop dengan sepupuku, aku duduk di seat yang salah. Dan ternyata seat itu milik, em, aku baca dulu name tag-nya, Ka Ozi. Aku malah ngotot dan membuat keributan kecil hingga akhirnya mbak-mbak penjaganya datang dan ternyata seat aku ada di sebelahnya. Dan itu belum berakhir. Aku malah salah makan popcorn. Pop corn kak Ozi yang aku lahap, sedangkan dia hanya bisa menatapku dengan rasa tidak percaya. Aku cuek saja waktu itu karena merasa itu popcorn-ku. Dan ternyata dia Kakak kelasku.
Aku lihat lagi kak Ozi yang masih berdiri di depanku. Mukanya tidak menyeramkan lagi. Tapi pastinya mukaku yang sudah berubah seperti kepiting rebus.
“Maaf kak. Aku nggak tahu kalau ada orang di sana.” Dia tersenyum! Tuhan indahnya ciptaanmu yang satu ini. Dag-dig-dug jantungku menunggu reaksinya.
“Kamu harus tanggungjawab! Jangan cuma minta maaf aja.” Jawabnya datar. Glek! Aku harus gimana dong?
“Ia Kakakku mau tanggungjawab. Aku harus gimana?” ujarku pasrah. Aku pasang wajah menyesalku setotalnya. Dia diam sejenak. Dan itu membuatku makin tidak tahan untuk tidak melihat wajahnya. Ternyata kegantengannya tidak terhapus oleh air pel yang kusiram.
“HP kamu mana?” aku mengeluarkan HP-ku dan memberikan padanya karena ia mengulur tangannya.
Beberapa detik ia mengetikkan sesuatu di Hp-ku, dan kemudian ia kembalikan.
“Nih, hp kamu. Kalau kamu memang mau tanggung jawab, nanti siang kita makan di luar bareng! Em, berdua! Nomor kamu udah aku simpan, kok!” dia berlalu dengan cueknya sedangkan aku masih melongo di tempat, berusaha mencerna kata-katanya.
“Haaahh? Aku bayar tanggung jawabku dengan sebuah kencan?”
Cerpen Karangan: Dhea CLP

cerpen

Cerita Dari Seorang Sahabat


 

Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 12 September 2015
Selain gue memperkenalkan diri gue, gue akan memperkenalkan juga sahabat baik yang hanya satu-satunya yang gue punya yaitu Chikita Daniar. Pada suatu hari, dia ngajakin gue ngobrol di sebuah pendopo deket ruang guru -bayangin gimana rasanya diajak ngobrol cewek.
“Syarif, lo di mana?” tanya dia melalui sms.
“Gue di kelas. Kenapa emang?” tanya gue.
“Nanti kita ngobrol bareng yuk sepulang sekolah” ajak dia.
“di mana?” tanya lagi gue.
“Di pendopo dekat ruang guru” jawab dia.
“Ya udah” tanpa menggunakan emot atau semacamnya, gue ngerasa diri gue adalah orang paling cuek sedunia -bayangin coy dia kan sahabat baik gue. Iya gak apa-apa juga dari pada gue kerjaannya cuma tidur dan makan kayak pengangguran gitu, lebih baik gue ngobrol sama dia.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, gue langsung rapi-rapi dan segera menuju ke TKP. Pendopo dekat ruang guru. Jarak dari kelas gue ke pendopo dekat ruang guru hanya sekitar 3000, bukan 3000m tapi 3000cm yang setara dengan 30 m hehehe.
Sesampainya gue di pendopo itu, si Chikita masih belum datang. Sambil gue nungguin dia, gue nyanyi-nyanyi dengan riangnya.
“Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku…”
Suka-suka gue nyanyi lagu apa aja, antara juga itu lagu nasional kita coy, kita mesti bangga masih punya lagu nasional -ceritanya lagi nasionalisme.
Di saat gue menyanyi Reff lagu “Indonesia Raya”, tiba-tiba Chikita datang dengan cara mengejutkan seperti biasa, duduk di samping gue dengan pandangan kosong ke depan sambil bilang “Halo Syarif” dengan nada datarnya itu. Coba aja kalau dia bukan sahabat gue, pasti udah gue gantung tuh bocah di bawah pohon beringin.
Sudahlah mari kita lupakan kejadian tadi. Nah sebelum dia ngobrol, dia mengajak gue ke kantin. Dalam hati gue yang berkata “Pasti dia mau traktir gue”. Tanpa pikir panjang gue langsung setuju menerima ajakan dia. Sesampai kita di kantin, dia langsung mengambil cemilan-cemilan serta makanan ringan dengan begitu banyaknya.
“Syarif, bayarin” ucap dengan mata yang berbinar-binar memohon kepada diri gue untuk dibayarin makanan-makanan yang ia beli.
“Asem, jadi malah gue yang traktir dia” ucap gue dalam hati dengan rasa kesal, kemudian gue ambil uang yang ada di saku untuk membayar semua makanan yang ia beli.
“Terima kasih Syarif” ucap dia dengan senyum yang sangat manis yang bisa membuat jutaan lelaki terpana. Gue serasa pengen guling-guling di rel kereta. Bukan karena senang, tapi karena kesal karena gue yang selalu mentraktir dia. Oke anggap aja gue lagi beramal.
Lupakan lagi kejadian di kantin tadi. Sekarang kita menuju kembali ke pendopo dekat ruang guru untuk mengobrol. Setibanya kami di sana, kami langsung duduk dan dengan enaknya dia makan tanpa menawari gue. Asem bener dah.
“Syarif, kita cerita aja yuk” ucap dia sambil asyik makan.
“Ya udah lo aja yang cerita” jawab gue dengan nada judes.
“Ah Syarif lo mah jahat” ucap dia dengan nada sok imut yang ingin membuat gue mencubit pipinya -bukan karena bercanda tapi karena kesal.
“Terserah dah” ucap gue dengan nada acuh tak acuh.
“Ya udah deh gue yang cerita” ucap dia dengan mulut penuh makanan.
Gue pasang telinga lebar-lebar alias mendengarkan secara seksama sambil berbaring tapi bukan untuk tidur. Dia memulai ceritanya dengan bertanya kepada gue.
“Lo bukan penakut kan Syarif?” Gue hanya diam dan berkata dalam hati “Buseng dah ini cewek benar-benar menghina gue banget tapi entah mengapa dia menjadi sahabat dan gue menjadi sahabat dia” tapi gak apa-apalah semua orang punya kekurangan.
“Lo tahu gak kalau dulu gue itu siswi teladan pas SMP?” tanya dia dengan menepuk dada tanda sombong.
“Gak” jawab gue dengan nada datar tak berirama.
“Ah lo mah jahat” ucap dia lagi dengan wajah sok imut.
“Sudah lo cerita aja” ucap gue dengan nada agak tinggi.
“Ya udah deh. Gue dulunya ketua OSIS beserta ketua dari 10 ekskul ketika SMP” ucap dia dengan suara yang lembut, selembut pohon kaktus.
“Apa? Serius lo?” tanya gue dengan terkejut.
“Iya gue serius” ucap dia dengan nada yang sangat meyakinkan.
“Oke gue cukup tahu aja” ucap gue dengan nada datar tapi sebenarnya iri karena kekuasaan dia yang begitu luar biasa.
Iya bayangin aja dia itu Puteri Sekolah 2013 -khusus di sekolah kita- dan finalis AMPOK -ABANG MPOK- KAB. BEKASI 2013, jadi lo bisa bayangin gak gimana sifat dia?
“Sebenarnya gue kangen diri gue yang dulu, yang sangat tegas” ucap dia dengan membangga-banggakan diri. Gue hanya diam seribu bahasa tanpa komentar dengan ekspresi gue yang begitu tercengang.
Kemudian dia melanjutkan cerita yang begitu tidak pentingnya buat gue -haha gue emang sahabat yang jahat tapi lupakan tentang sikap buruk gue. Dia menceritakan pengalaman dia yang sampai ribut dengan preman sekolah ketika SD yang gara-gara membela kejayaan wanita layaknya R.A. Kartini tapi versi kedua.
Gue ceritain nih ya bagaimana dia bisa ribut dengan preman sekolah. Dia gak suka temannya terus dicaci-maki dengan itu si preman sekolah, kemudian dia menolong temannya yang sedang dicaci-maki itu dengan berkata.
“Eh lo laki-laki bukan? Masa beraninya sama cewek doang. Dasar b*nci lu!!” Tidak terima dengan perbuatan Chikita, kemudia si preman sekolah itu menjawab.
“A*jing lu!!!” Kemudian Chikita membalas lagi dengan menodongkan sebuah cutter -pisau kecil-.
“Eh ngomong apa lo barusan? Ngomong sini di depan muka gue kalau lo emang berani. Ah dasar b*nci!!”
Setelah diceritakan itu, gue hanya bisa puji-puji dan dalam hati gue hanya bisa berkata.
“Gila ini cewek benar-benar luar biasa bahkan dia sampai berani menodongkan pisau” Oke dia berhasil membuat gue shock atau trauma berat karena cerita masa lalu dia ketika SD yang masih imut-imutnya anak kecil.
Selain cerita tadi, gue juga diceritain dia tentang tegasnya dia ketika menjadi ketua OSIS ketika dia masih sekolah di SMP. Jujur aja nih ya, sebenarnya cerita ini benar-benar gak penting buat gue, tapi daripada gue digerogoti rasa bosan sampai benar-benar ingin bunuh diri, dengan terpaksa gue mendengarkan. Biar gue aja yang ceritain. Jadi gini, ketika dia menjabat sebagai ketua OSIS ketika SMP, dia punya peraturan yang begitu ketat, mulai dari penegakkan disiplin yang sampai-sampai membuat gue enek dengerinnya.
Nah pada suatu hari, temannya itu terlambat datang ke sekolah, kemudian si Chikita ini bertugas menghukumnya. Nah temannya itu merayu Chikita supaya tidak kena hukuman. Tapi apa lo semua apa yang selanjutnya terjadi? Dia malah bilang gini.
“Eh lo kan mengakui gue sebagai teman lo kan? Seharusnya lo bisa menghargai gue sebagai teman lo mengikuti peraturan yang telah gue buat bukannya malah melanggarnya. Lo sama aja menghina gue secara tidak langsung” Mendengar pernyataan tersebut, teman Chikita yang terlambat tadi sampai-sampai menangis tersendu-sendu. Dalam hati gue berkata.
“Gile ini cewek benar-benar tegas”
Karena ketegasannya itu, dia membuat kontroversi dengan kebanyakan temannya dan juga dengan seorang guru PLH. Bagian ini sepertinya tidak perlu diceritakan karena benar-benar tidak penting menurut gue. Oh iya dia juga menceritakan tentang kecerdasannya sampai-sampai dia mendapat beasiswa di SMA. Coba bro -khusus laki-laki-, lo bayangin dia, tinggi langsing, cantik, calon model, cerdas, ekspresif -bisa baca puisi-, tegas, dan lain-lain yang masih banyak belum gue sebutin. Apa itu termasuk ke dalam kriteria cewek idaman lo gak bro? Hahaha. Itulah alasan gue mau jadi sahabat dia -licik ya gue.
Sudahlah mari kita lanjutkan ceritanya. Dia menjadi panutan 3 angkatan karena kecerdasannya dan sempat memenangkan olimpiade fisika tingkat kabupaten ketika kelas 7 atau kelas 8 entahlah gue lupa. Sampai-sampai ada guru yang terlalu membanggakan dia dan membandingkan dia dengan teman-temannya yang bisa membuat teman-temannya sakit hati tingkat tinggi. Sebelumnya lo tahu gak kenapa malahan jadi gue yang ceritain tentang dia? Karena dia malah jalan-jalan sama cowoknya -bukan pacar bukan juga gebetan- dan gue cuma duduk di pendopo sambil menceritakan cerita masa lalu dia kepada pacar gue, Rani Maharsi Khairunnisa.
Setelah dia selesai jalan-jalan dengan cowoknya -bukan pacar bukan juga gebetan-, dia mengajak pulang bareng dengan gue dan pacar gue. Padahal sih kita pulang bareng cuma sampai depan sekolah karena beda jurusan angkutan umum, Chikita naik angkot -angkutan perkotaan- nomor 38 untuk pulang -bukan pulang ibarat meninggal iya-, Rani naik angkot nomor 18 untuk pulang, sedangkan gue naik ELF untuk pulang. Sayangnya gue bukan penyihir berkelas yang bisa naik sapu terbang atau bukan pahlawan dari negeri dongeng yang naik pegasus -kuda terbang.
Sekian
Cerpen Karangan: Muhamad Syarifudin Hidayatullah
Facebook: Syarifudin Emseh

cerpen

Mamaaa


Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 2 September 2015
Kriingg!!!
Alarmku berbunyi menunjukkan pukul 5.30 pagi. Aku segera bangun, dan saat aku bangun aku terkejut karena melihat darah di tempat tidurku, sontak aku bertiak.
“Mamaaa!!! aku terkena penyakit mengerikan, aku tidak tahu harus apa, aku tidak mau mati, tidaaak!!”
Mama lari tergopoh-gopoh dari bawah menuju ke kamarku.
“Apa sayang?” kata Mama terengah-engah.
“Itu ma!” Aku menuntun Mama ke tempat tidurku lalu memperlihatkan darah itu, dan Mama sama sekali tidak khawatir, justru ia hanya tertawa geli.
“Apa aku akan mati? Penyakit apa itu ma? perutku juga terasa sakit” kataku sambil menatap wajah Mama. Mama hanya tersenyum lalu berkata.
“Gak ada penyakit, kok. Kamu juga gak sakit apa-apa”
“Lalu darah itu?” heranku.
“Sini biar Mama jelaskan” katanya sambil menyuruhku duduk di dekatnya.
“Kamu kan sudah kelas 1 SMP jadi wajar kalau hal ini terjadi. Kamu sudah dewasa sayang, kamu haid untuk yang pertama kalinya. Oke Mama minta maaf karena selama ini Mama belum pernah menjelaskannya padamu. Tapi ayolah ini tak apa. Sebaiknya kamu mandi dulu baru Mama ajarkan caranya”
“Sungguh? Aku tak apa? Aku gak kena penyakit?” jawabku.
Aku segera bergegas mandi dan sehabis mandi Mama menjelaskan semuanya padaku, ia juga mengajariku cara memakai pembalut yang benar. Meski rasanya agak aneh tapi kata Mama nanti juga aku terbiasa.
“Nah sekarang kamu berangkat ke sekolah yah, gak apa-apa kok, nanti juga kamu biasa. Mama yakin temen-temen kamu juga pasti udah ada yang mengalami hal sama sepertimu.”
Aku berangkat ke sekolah, dengan cara jalan yang agak mengangkang karena belum terbiasa, semua teman sekelasku heran, namun aku berusaha cuek. Saat pulang sekolah semua orang yang berjalan di belakangku menertawakanku, saat aku berbalik, seorang dari mereka yang menertawakanku berkata.
“Hey ada yang lagi tembus tuh, hahaha”
Aku segera berlari ke WC lalu melihat ke cermin dan ternyata benar, ada darah di rok biruku, sama seperti yang tadi pagi, aku tidak tahu harus bagaimana nanti pulangnya, aku duduk merenung di WC dan berteriak.
“Tidaaakkk!!!”
Hah? Ternyata aku cuma mimpi di siang bolong.
Cerpen Karangan: Khazainah Maghfira
Facebook: https://www.facebook.com/khazainah.maghfira
Terima kasih sudah membacanya:) semoga menghibur.

Minggu, 20 September 2015

cerita cinta

Di Balik Cerita Ada Cinta


 

Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 18 September 2015
Cinta… ya cinta… Awalnya sih gue sempet ngedeskripsiin bahwa cinta itu bukan sesuatu yang rumit tapi akhir-akhir ini gue sadar deskripsian itu salah.
- Sudut Pandang Revalia
Namaku Tyara anak baru angkatan sekarang SMA Permata Internasional. Di hari pertama masuk sekolah rasanya males banget karena harus ngejalanin kegiatan yang bakalan bikin semua anak baru merasa di neraka… ya MOS!! Ya yang udah terpikir kita -anak baru- bakalan disiksa abis-abisan sama para pengurusnya. Baru 2 hari MOS berlangsung banyak anak yang ngeluh, tak terkecuali aku. Tapi ada seorang cowok yang selalu bikin aku semangat terus, ya kenalin Rico si Kakak mentor dari gugus gue yang punya muka mirip Lee Dong Hae-nya boyband SUJU, dengan badan yang tinggi tegap dan sikap yang ramah, pokonya semua cewek bakal meleleh deh di deketnya.
Hari ini kegiatannya full panas-panasan di lapang basket, mana tadi pagi aku belum sempet sarapan. Saat di pertengahan acara badanku lemes dan kepala pusing, kebetulan Rico lihat dan yang gak disangka dia jalan ke arahku.
“Raa?” serunya. Baru pertama kalinya dia manggil, suara lembutnya gak bisa nutupin mukanya yang sepertinya khawatir.
“lo kenapa? Gak sehat?” sambungnya.
“Gak apa-apa kok, gue baik-baik aja” sahutku sambil berusaha nutupin rasa pusing yang seakan-akan otak ini muter-muter gak karuan itu dan setelah itu aku gak sadar.
Saat aku buka mata ternayata aku udah ada di ruang UKS dan Rico lagi duduk di kursi yang dekat denganku. Aku berusaha bangun dengan susah payah dan Rico merangkul badanku berniat untuk ngebantuin.
“kenapa gue di sini?” tanyaku sambil memegang pelipis karena masih berasa pusing.
“Tadi lo pingsan di lapang, jadi gue bawa lo ke sini maaf tadi gue angkat badan lo tanpa minta izin dulu. Tadi pagi lo ga sarapan ya? sampe pingsan gitu” jawaban degan muka kalem membuat pusing ini rasanya hilang dengan sekejap.
“Oh gitu, makasih banget ya Ric lo udah nolongin gue, iya tadi gue bangun kesingan jadi gak sempet sarapan sebelum sekolah” jawabku.
“Ya udah sekarang lo pulang aja, gue anterin lo sampai rumah ya” ajakan Rico. OMG! apa aku lagi mimpi, Rico mau nganterin pulang, seneng banget rasanya.
“Gue bisa pulang sendiri kok, makasih ya” aku menolaknya dengan berberat hati. Tapi tanpa mempedulikan jawabanku Rico langsung menopang tanganku dan mengajakku berjalan.
“Jangan membantah, gue takut lo kenapa-kenapa kalau pulang sendiri” Aku terdiam mendengar kata-kata yang pasti akan selalu ku ingat. Dibukakanlah pintu mobil sedan mewah miliknya dan Rico mempersilahkanku duduk di sebelahnya.
Sesampainya di rumahku dia tidak langsung membukakan pintu untukku.
“Ra, besok gue jemput ya dan jangan lupa sarapan dulu. Istirahat yang cukup ya” katanya seraya ia memandangku dengan lembut. Aku menjawabnya dengan satu anggukan dan senyuman kecil, setelah itu dia membukakan pintu dan menyodorkan tangannya bak pangeran yang sedang mempersilahkan cinderella turun dari kereta kencana. Aku langsung masuk ke dalam rumah cepat-cepat karena takut-takut aku salah tingkah di hadapan Rico dan membuatnya ilfeel padaku.
Akhir-akhir ini aku akui aku lebih dekat dari biasanya dengan Rico. Cowok itu sering menjemput saat mau sekolah dan mengantarkan aku pulang. Belum lagi dia jadi sering main ke rumah, bertemu dengan orangtuaku, dan mengasuh adikku yang masih balita. Tapi belum lama ini aku mengetahui bahwa Rico berstatus pacaran dengan seorang cewek yang memang sepadan dengannya. Hati yang pada awalnya berbunga-bunga kini rapuh dimakan dilanda kesakitan yang amat sangat perih. Jadi maksud Rico apa? Selama ini dia amat sangat baik terhadapku bahkan lebih dari baik. Aku merasa sangat bodoh karena telah tenggelam dalam kesalahan ini, aku menayadari bahwa cinta pertama ini salah. Aku memutuskan untuk tidak berdekatan dengan cowok ini lagi supaya tidak mengganggu hubungannya.
- Sudut Pandang Rico
Baru pertama kalinya aku menemukan cewek yang amat sangat klop denganku, ya namanya Tyara murid baru yang sekarang sekolah se-SMA denganku. Siapa sangka di balik penampilannya yang biasa, dia memliki otak yang cerdas dan bakat-bakat yang sangat baik.
Aku sengaja untuk lebih mendekatkan diri kepadanya dan kepada keluarganya. Aku ingin dia sadar bahwa aku suka padanya, aku sangat mencintainya, aku sangat menyayanginya, aku ingin dia menjadi milikku. Tapi apa daya kini Tyara yang aku sayang telah menjauh dariku, iya aku tahu ini semua karena aku berpacaran dengan Monica yang sudah lama menyukaiku. Andai Tyara tahu hatiku selalu hanya untuknya. Meskipun sekarang ini aku berpacaran dengan cewek lain, tapi itu karena terpaksa, karena teman-teman Monica yang selalu mendesakku.
Aku ingin menjelaskan semuanya, tapi Tyara selalu saja menghindar kalau aku mendekatinya. Ya aku sadar ini semua salahku. Aku tidak tahu kapan ini semua akan berakhir dan Tyara akan menjadi pacarku untuk selamanya.
Cerpen Karangan: Fiqriyah Hasyabila G
Blog: Fiqriyah Hasyabila Gandakusumah
Facebook: Fiqriyah Hasyabila G

cerita cinta

Aku Kehilanganmu


 

Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 12 September 2015
Jihan terlihat duduk dengan gusar sambil beberapa kali melihat jam putih yang melingkar di tangan kirinya, sebenarnya hari ini ia memiliki janji bertemu dengan Berry di taman tetapi mendadak ia mendapat kelas tambahan.
KRING!!! Bel yang sedari tadi ditunggu Jihan akhirnya berbunyi juga, Jihan pun berlari meninggalkan kelas.
Sesampainya ia di taman ia langsung menghampiri Berry yang duduk di pinggir danau.
“Maaf Ber aku telat, tadi ada kelas tambahan” Berry hanya tersenyum kemudian kembali menatap danau dengan tatapan kosong.
“Oh iya Ber, kamu mau ngomong apa?” Berry menarik napasnya berat ia menatap Jihan dalam, haruskah ia mengucapkan kata-kata itu sekarang? Jujur itu sangat berat untuk Berry.
“Berry?” Suara Jihan seketika membuyarkan lamunan Berry.
“Hubungan kita gak bisa diterusin lagi, Han. Maaf ”
Jihan terdiam kaku menatap wajah Berry yang tertunduk menghindari tatapan Jihan.
“Kamu bercanda kan Ber? Aku salah apa sama kamu?”
Jihan terlihat menahan airmatanya yang akan ke luar suaranya pun terdengar bergetar.
“Aku serius Han, aku.. Aku udah gak sayang lagi sama kamu” Dengan sangat terpaksa Berry mengucapkan kalimat itu, kalimat yang tidak sesuai dengan isi kenyataannya. Bahkan sampai detik ini hanya ada Jihan di hatinya.
Jihan menatap lurus danau yang ada di depan mereka dengan airmata yang terus mengalir dari mata indahnya.
“Kalau itu udah jadi pilihan kamu, aku gak bakal keberatan. Perasaan itu gak bisa dipaksa Ber, terima kasih buat semuanya maaf aku belum bisa jadi orang yang bisa bahagiain kamu sepenuhnya”
Hati Berry sangat sakit melihat gadis yang ia cintai ini menangis karenanya, “Maafin aku Han, ini semua demi kebaikan kamu”
“Cuman itu yang mau aku bicarain sama kamu, aku masih ada urusan lain. Tolong jaga diri kamu ya Han, semoga kamu dapat pengganti yang jauh lebih baik dari aku” Berry mengecup puncak kepala Jihan, ia tidak sanggup harus terlalu lama berhadapan dengan Jihan.
Ia tidak mau Jihan melihat airm atanya yang mulai memaksa ingin ke luar.
Hari demi hari pun Jihan lalui tanpa ada Berry di sampingnya lagi, sejak hari itu Berry benar-benar menghilang dari kehidupan Jihan. Beberapa kali Jihan coba menghubungi teman-teman Berry namun tak ada satu pun informasi yang berhasil ia dapatkan.
Jihan terlihat sedang sibuk dengan laptopnya di salah satu bangku taman di kampus, sedari tadi pandangan matanya tak lepas dari layar monitor di hadapannya.
Drrrttt!! Drrrtttt!!
Getaran itu cukup merusak konsentrasi Jihan saat menyelesaikan tugas yang sedang ia kerjakan sekarang, tanpa melihat nama yang tertera di layar BB putihnya Jihan langsung mengangkat telpon itu.
“Halo?”
“Halo”
Suara itu terdengar familiar di telinga Jihan, ia merasa tidak asing dengan suara ini.
“Ini gak mungkin Berry, gak mungkin” pikir Jihan.
“Ini siapa?”
“Udah lupa sama aku?”
“Berry?” Ucap Jihan dengan ragu.
Tanpa Jihan ketahui Berry tersenyum mendengar ucapan Jihan tersebut, ia pikir Jihan telah melupakannya namun ternyata salah.
“Berry?” Panggil Jihan lagi.
“Iya, aku Berry. Oh ia siang ini kamu sibuk gak?”
“Eng.. Enggak emang kenapa?”
“aku pengen ketemu kamu” kata Berry lagi.
Jihan terdiam seakan tak percaya apa yang barusan ia dengar. Seseorang yang masih di hatinya sampai saat ini mengajaknya bertemu lagi, di saat-saat ia mulai ingin melupakan semua tentang Berry.
“Jihan?” Panggil Berry, yang membuat Jihan sedikit terkejut.
“Engh, ahh iy.. Iya ber, di mana?”
“Di caffe biasa yah, jam 12 aku tunggu”
Belum sempat Jihan menjawab, Berry telah memutuskan telponnya. Jihan pun segera membereskan map-mapnya yang sedikit berantakan itu. Ia pun langsung melaju menggunakan Taksi.
Sesampainya di caffe, Jihan mulai mencari sosok Berry. Di sudut caffe, tepat di mana dirinya dan Berry sering makan dan ini merupakan caffe favorit mereka berdua di waktu dulu. Jihan menghampiri Berry dengan langkah ragu, perlahan namun pasti kini Jihan berada tepat di samping tempat duduk Berry. Berry yang sadar dengan kehadiran Jihan pun langsung menatap Jihan. Ia tak menyangka Gadis yang dicintainya kini telah dewasa. Tampilannya anggun dan menawan. Matanya seolah tak mau berpaling dari pandangannya kini.
“Berry?” Sapa Jihan Lembut.
Namun Berry tetap memerhatikan Jihan, yang membuat Jihan kebingungan dan tersenyum kecil.
“Berry??” Kini nada suara Jihan agak sedikit keras.
“eh, iya.. iya..” Lamunan Berry buyar, jujur ia sangat terkejut mendengar sentakan Jihan itu.
Jihan kini duduk dan ia sangat tak bisa lagi menahan tawanya sejak tadi, dan akhirnya Tawanya pun Lepas.
“Kamu kenapa Ber? Segitunya haha” tanya Jihan yang membuat Berry kikuk.
“Anu… Eng.. kamu cantik han” kata Berry memalingkan matanya dari tatapan Jihan. Mungkin ia merasa sedikit sungkan berada di depan Jihan. Gadis yang tidak pernah bisa ia lupakan dalam hidupnya.
“Ah, kamu gombal aja, oh iya apa kabar?”
“Baik aja nih, kamu sendiri?”
“kalau aku ke sini.. Itu tandanya aku sehat dong” ucap Jihan cengar-cengir.
“Dasarrrr… Udah lama kita gak ketemu yah? Aku kangen..”
“Kamu sih pake acara ngilang-ngilang segala, aku uda coba hubungin temen-temen kamu dan jawabannya sama, mereka gak tau kamu ada di mana. Dan dari situ aku memutuskan untuk berhenti dan coba lupain kamu. Tapi… Gak bisa ber. Sampai saat ini aku masih sangat mencintai kamu”
Berry sangat merasa bersalah dengan semua ini, ia tak kuasa melihat gadis yang berada di depannya kini mengutarakan isi hatinya untuk seorang Berry! Ia terlalu bodoh untuk menyia-nyikan Jihan.
“Maafin aku han, aku gak bermaksud..” Kata Berry sambil mencoba menggenggam tangan Jihan.
“Haha.. Udahlah itu masa lalu.. Gak baik kalau diungkit-ungkit Ber…”
“Han, aku ngajak kamu ketemuan di sini.. Karena aku pengen bilang”
“Apa Ber?
Berry tertunduk, ia sangat tidak sanggup mengatakan hal ini sekarang.
“Berry?” Panggil Jihan.
“Sebenarnya, aku menghilang selama ini aku ke luar negeri untuk berobat han.”
“Berry? Kamu sakit? Sakit apa? Parah gak?” Tanya Jihan dengan nada khawatir
Pertanyaan Jihan membuat Berry semakin sulit membuka mulut untuk mengatakan tentang penyakitnya.
“Jangan buat aku khawatir Ber, please! Ngomong”
“aku… Aku divonis terkena Jantung kronis”
Mata Jihan terbelalak bibirnya pun bungkam saat mendengar perkataan Berry barusan. Ia tak menyangka orang yang dicintainya mengidap penyakit separah ini.
Duaarrr!! Duaarrr!! Suasana hati Jihan tak karuan, jujur hatinya sangat sakit. Ia tak tega dan sangat tak siap harus kehilangan Berry.
“Sebenarnya waktu aku mutusin kamu, aku bohong han. Aku sebenarnya sayang banget sama kamu. Aku gak mau lihat kamu sedih ketika aku sudah gak ada nanti. Aku gak mau lihat kamu netesin air mata karena aku han. Aku gak mau”
“Kenapa kamu bilangnya baru sekarang Ber? Kenapa?” Seketika air mata Jihan mengalir deras di pipinya.
“Han.. maafin aku.. aku cuma gak pengen kamu sedih han itu aja”
“Kamu jahat ber, kamu jahat…” Jihan pun beranjak pergi.
“Jihan.. Jihannn dengarin aku dulu..” Berry mencoba meraih tangan Jihan, tapi berhasil ditepis oleh Jihan.
Berry pun membiarkan Jihan pergi dari hadapannya.
Tiba-tiba Berry terjatuh dari tempat duduknya, tangannya berada tepat di bagian dadanya ia meringis kesakitan.
Saat beberapa langkah dari caffe. Langkah Jihan pun terhenti ketika mendengar suara ambulan berhenti di depan caffe tempat ia dan Berry tadi. Ia melihat beberapa orang memboyong seorang pria dari caffe itu.
“Berry?” Hati Jihan mulai panik.
“Iya.. Itu Berry” Jihan pun berlari sekuat tenaganya, menghampiri kerumunan orang-orang yang mengangkat Pria tadi.
Air mata Jihan pun semakin deras setelah mengetahui pria itu benar-benar Berry. Orang-orang mulai membopong Berry ke dalam ambulance. Jihan kini berada tepat di samping Berry.
“Berry, maafin aku ber.. Maafin aku?”
Jihan menggenggam erat tangan Berry. Baru kali ini ia melihat Berry terbaring lemah tak berdaya.
Sesampainya di rumah sakit, Berry langsung dibawa ke ruang ICU. Jihan sangat gelisah menunggu dokter yang menangani Berry di dalam ruangan itu. Sesekali ia berdiri, duduk dan mondar-mandir sambil sesekali meneteskan airmata. Tak lama keluarlah dokter dari ruangan Berry.
“Gimana dok keadaan Berry?” Tanya Jihan pada dokter itu.
“Syukurlah, Berry secepatnya dibawa ke rumah sakit. Jika tidak mungkin dia sudah tidak bisa tertolong, saya sudah memberikan obat pereda sakit untuk Berry. Jika ingin silahkan masuk”
“Terima kasih dok.” Jihan pun memasuki ruangan Berry.
Ia tatap Berry yang benar-benar terbaring lemah di hadapannya kini. Air matanya terjatuh dan mengenai tangan Berry.
“Ber, aku sayang kamu aku gak mau kamu pergi lagi ber, apalagi untuk selamanya aku gak mau” Jihan menggengam erat tangan Berry sambil terus menangis.
Perlahan tangan Berry mulai bergerak, matanya mulai terbuka. Ia menatap Jihan yang menggenggam tangannya tadi. Ia mencoba mengusap lembut rambut Jihan.
“Berry? Kamu udah sadar. Aku panggilin dokter yah bentar” Berry dengan cepat mencegah Jihan, dan menyuruh Jihan duduk lagi.
“Kenapa Ber?”
Berry melepaskan oksigennya.
“Aku sayang sama kamu han” Kata Berry sambil tersenyum.
“Aku juga sayang Ber sama kamu” Jawab Jihan dan membalas senyum Berry.
“Maafin aku han”
“Maaf untuk apa?”
“Maaf aku udah buat kamu khawatir, buat kamu sedih dan ngeluarin air mata karena aku. Aku terlalu bodoh memutuskan kamu dulu, kamu mau maafin aku? Dan kita balikan?”
“Aku udah maafin kamu kok ber, dan iya aku mau balikan sama kamu tapi dengan satu syarat”
“Apa?”
“Pokoknya kamu harus sembuh yah”
Berry tersenyum dan berkata.
“Asal kamu di dekat aku selalu, aku pasti bakalan cepet sembuh kok”
“Ah kamu bisa aja”
Mereka pun asyik bercanda.
Sejak saat itu Jihan tak pernah absen menemani Berry untuk berobat.
Waktu bergulir dengan cepatnya, tidak terasa 2 tahun sudah hubungan mereka berdua. Hari ini tepat hari jadi mereka yang ketiga. Mereka pun menghabiskan waktu berdua
“Han, coba bayangin gimana kalau nanti suata saat aku ada di atas sana?” Tunjuk Berry ke arah langit yang cukup cerah itu.
Jihan terdiam sambil menatap lesu Berry.
“Ber?” Ucap Jihan pelan.
“Hmm?” Jawab Berry yang tetap fokus pada pandangannya tadi.
“Kamu ngomong apa sih?”
Berry terdiam, pandangannya mulai beralih menuju mata Jihan.
“Kamu gak boleh pesimis gitu, pokoknya kamu harus sembuh demi aku dan demi kita Ber” kata Jihan menyemangati Berry.
Berry tersenyum dan menarik Jihan ke pelukannya. “Aku sayang kamu han”
“Aku juga ber”
“Awww!!! arggghhh!!! sakitt!!!” Berry langsung memegangi dadanya Dan meringis kesakitan.
“Ber? Berry? Kamu kenapa?” Tanya Jihan panik.
Berry terus menerus meringis kesakitan, Jihan yang panik berusaha menelpon pihak rumah sakit yang sering Berry kunjungi untuk berobat itu.
Ambulan pun datang. Berry digotong oleh dua petugas ambulans tersebut dan langsung bergegas melaju menuju rumah sakit. Jihan yang sedari tadi mondar-mandir di depan ruangan Berry terlihat gelisah sambil terus menangis menanti dokter ke luar.
Krekk! Pintu ruangan itu terbuka, keluarlah dokter dari dalam sana.
“Gimana dok keadaan Berry?” Tanya Jihan sesegukan, karena baru saja berhenti dari tangisnya.
“Keadaan Berry melemah” dokter tertunduk.
Jihan terpaku dengan pernyataan dokter.
“Sebaiknya kita serahkan semua ini pada Tuhan,banyak-banyak saja berdoa”
“Apa saya sudah boleh menjenguk Berry didalam dok?”
“Silahkan, Berry menunggu kamu di dalam”
Dengan Cepat Jihan langsung menghampiri Berry dan duduk di kursi samping kasur rawat Berry.
“Berry” panggil jihan pelan.
Ia memegangi tangan Berry lembut, ia usap lembut di pipi mulusnya. Ia sangat merindukan kehangatan tangan Berry.
“Berry bangun” ucap Jihan mulai lirih.
Jihan menangis sejadi-jadinya di atas tangan Berry. Tak lama ia lihat tangan Berry bergerak-gerak, oksigen yang menutupi hidungnya pun berembun.
“Berry? Berry.. kamu udah sadar?”
Berry melepas oksigennya. Wajahnya masih sangat pucat pasi.
“Kamu kenapa, kok nangis?” Tanya Berry yang melihat mata Jihan sembab.
“Aku takut kamu kenapa-kenapa”
“Udah dong, jangan nangis yah sayang aku udah sadar nih walaupun cuma sementara buat ngucapin selamat tinggal sama kamu”
“Maksud kamu apa ber?” Tanya Jihan bingung mendengar perkataan Berry itu.
Berry menghela napasnya panjang.
“Aku cape, aku udah gak kuat han”
“Berry jangan gitu, aku ada di sini aku nemanin kamu di sini ber. Ingat janji awal kita? Kamu harus sembuh”
“Aku udah gak kuat han..”
“Berry..”
“kalau nanti aku udah sama Tuhan, janji yah kamu jangan sedih terus” Berry mecubit lembut pipi gadis yang ada di hadapannya ini.
Jihan tertunduk.
“kalau kamu sedih terus, aku gak tenang di sana, kamu mau aku gak tenang?”
Jihan menggeleng pelan.
“Nah, makanya jangan sedih terus yah. Kalau kamu kangen sama aku coba deh kalau malam kamu lihat bintang yang ada di atas awan, dan lihat bintang yang paling terang di situ aku, aku lagi lihat kamu dan aku pasti lagi kangen sama kamu. Setiap malam aku nemanin kamu dengan sinarku walaupun gak sebanding sama sinarnya bulan sih hehe tapi cukup kok buat ngobatin rasa kangenmu ke aku”
“Berry aku mohon.. Kamu kuat aku gak mau kehilangan kamu ber aku sayang kamu”
Bendungan sungai kecil yang sudah berada di ujung kantung mata Jihan itu pun penuh dan akhirnya Jihan mulai menangis lagi.
“Maafin aku han.. Kamu jaa arrghhtt! ja-ngan nangisss…” Kata Berry dengan nada lirihnya.
Tak lama. Berry mengejang. Genggaman tangannya pada tangan Jihan mulai mengendur.
“Berry? Berry!! Dokterrr!!” teriak Jihan sambil ke luar dari ruangan untuk mencari dokter diiringi tangisnya.
Dokter datang.
Tutt!! Mesin detak jantung Berry itu berbunyi nyaring.
“Maaf.. kami sudah berusaha semampu kami tapi ternyata Tuhan berkehendak lain Berry sudah pergi”
“Apa dok? Gak mungkin.. Berry!!”
Tangis Jihan pecah, ia menggoyang-goyangkan tubuh Berry sambil menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk erat Berry, sebelum Berry benar-benar pergi dari hadapannya kini.
Jihan merenung sepi di koridor kamarnya, tetesan air mata itu menemani malam sendu Jihan kali ini.
“Berry, aku kangen kamu” ucap Jihan.
Ia pandangi langit yang bertabur beribu bintang itu, ia ingat ucapan Berry. Ia mulai mencari satu bintang yang paling terang, itu adalah Berry. Jihan tersenyum saat menatap bintang itu
“Berry kamu apa kabar di sana? Apa kamu baik-baik aja? Tuhan pasti jagain kamu kan ber. Berry, aku kangen kamu” Ucap Jihan sambil terus menatapi Bintang itu.
“Aku sayang kamu ber..”
Tamat
Cerpen Karangan: Jihan Nabilla Putry
Facebook: Jihanabillap[-at-]gmail.com
@MynameisJihaaan

cerita cinta

LDR Seindah Cinta Semestinya


Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 15 September 2015
Sekarang gue pacaran dengan seorang wanita yang usianya di atas gue 2 tahun, dia lulusan baru angkatan 2014 bergelar S,Pdi (Sarjana Pendidikan Islam). Bagi gue dia adalah pacar dan juga Kakak bagi gue. Dia tinggal di Padang -selama 2 bulan ini gue menjalani LDR bersamanya dan semua baik-baik saja sampai sekarang. Selama pacaran ini gue sama dia hanya bisa berkomunikasi melalui hp saja, dan kami pun belum saling mengetahui wajah masing-masing -hp yang kita pakai sama-sama hp biasa. Awalnya gue sama dia adalah pengguna sosial media Omegle Indonesia. Kami juga tidak sengaja bertegur sapa -karena kan omegle itu sosial media random stranger jarang yang berkenalan sampai jauh. Di situ awal gue melancarkan jurus untuk menarik hatinya. Namun sepertinya akan susah, karena juga jarang yang percaya dengan stranger, apalagi kenalan di sosial media yang random begitu.
Awalnya gue menawarkan untuk kita berkenalan lanjut melalui fb ataupun dengan akun twitter. Namun dia juga tidak begitu saja percaya gue, karena takut gue macem-macem. Dengan sabar gue meyakinkan bahwasannya gue ini baik-baik saja dan sekedar saja ingin berkenalan lebih lanjut. Oh ya gue belum kasih tahu namanya, dia bernama Febri -kita punya banyak kesamaan, sama-sama lahir di bulan Februari, sama-sama lahir ditanggal ganjil, sama-sama anak ketiga dan sama-sama jomblo pada saat waktu itu. Dan akhirnya dengan kesabaran gue itu membuahkan hasil. Dia memberikan nomor hp-nya ke gue, dengan syarat gue harus meyakinkan dengan cara telepon dia malam harinya -karena pagi sampai sore dia lagi ada di kampus.
Oke malam hari sudah tiba dan gue pun sudah membeli pulsa di hp gue. Dan gue siap untuk menelepon dia. Gue memencet tombol telepon ke dia. Dan akhirnya dia mengangkatnya. Kami saling bercengkrama sampai waktu 2 jam. Dan akhirnya pulsa gue habis. Dan gue hanya bisa meneruskan pembicaraan melalui via sms saja -untung aja gue sempet kirim sms ke temen gue sekali jadinya ada gratisan sms deh hehe.
Gue merasa nyaman saja berbincang dengan dia, bagaikan sebaya, tapi dia selalu ngingetin untuk panggil dia Kakak -ya karena harus menghormati yang lebih tua alasannya. Gak tahu kenapa gak sampe 2 hari gue merasa jatuh cinta ke dia. Gue merasa nyaman aja walaupun dia jauh, tapi bagi gue dia tuh deket. Gue berusaha mengungkapkan rasa gue di hari ketiga kita berkenalan. Namun dia gak begitu saja menerima cinta gue -ya namanya baru kenalan menurut dia aneh aja kalau gue langsung suka, katanya nanti gue cuma suka-suka aja dan akan langsung cepet bosen.
Tapi gue langsung mengelaknya, gue meyakinkan dia gue bisa setia sama dia. Tetap dengan jawabannya yang sama dia belum bisa nerima, dan dia hanya mau sekedar berteman dahulu. Namun gue selalu memaksanya. Gue selalu berusaha meyakinkan perasaan gue ke dia. Dan dia minta waktu sampai 1 minggu untuk memikirkan semua itu.
Satu minggu telah lewat dan gue masih menunggu. Benar-benar membuat gue putus asa. Tapi dia akhirnya sms gue, dan bilang ke gue untuk sementara kita jalanin dahulu. Di situ gue galau, karena gak tahu apa status hubungan kita. Akhirnya gue mengiyakan dan terus menunjukkan rasa cinta gue ke dia selama hampir 1 bulan dia masih tetep belum bisa mencintai gue. Dan sempat kami berpisah. Dan akhirnya kami kembali lagi.
Dia bilang akan belajar mencintai gue dan meninggalkan semuanya untuk bisa bener-bener cinta gue -gak tahu bener atau tidak tapi itu membuat bahagia hati gue. Gue jalani dengan rasa bahagia dan benar dia cinta gue, dan dia juga pernah bilang hanya gue di hatinya. Ya semoga saja benar, karena gue juga tidak menentang bahwa kami juga sering berantem. Sampai saat ini gue tetap mencintai dia sama seperti awal. Namun saat ini gue berusaha untuk menutupi masalah intern yang sedang gue hadapi. Jadi sebenernya dia suka marah-marah karena sekarang gue lebih banyak diam saat dia telepon. Gue gak mau ngerepotin dia saat ini, karena dia baru lulus dan lagi sibuk cari kerja. Dan sampai 2 bulan ini gue nabung, rencananya gue mau ke padang sekedar main ketemu dia.
Sekian cerita yang bisa gue bagikan ke kalian.
Kesimpulannya, bahwa sebenarnya cinta bisa kok diusahakan, cinta bisa dipertahankan, walau jarak gue sama dia jauh namun gue tetep berusaha menjadi lebih dekat dengan dia.
Dan di sini gue juga menerangkan bagi kalian yang berkenalan lewat sosial media manapun itu bersikaplah yang baik, dan bila anda menyukai seseorang melalui sosial media maka tunjukkan itu dengan hal yang positif, gunakan internet dengan positif. Karena cinta bisa mulai dari mana saja.
NB: Buat Febri di sana maaf kalau aku semakin pendiam. Bukan aku bosan kepadamu, bukan juga aku tak mencintaimu lagi. Aku di sini mencintaimu selalu bertambah dan akan terus bertambah. I LOVE YOU Dear.
Cerpen Karangan: Firdaus
Facebook: https://www.facebook.com/daffa.justic